Senandung Tahu Bacem

 

Saya sangat suka makan, meski bukan termasuk para wanita yang ahli meracik bahan makanan di dapur apalagi menjualnya melalui sistem open order, seperti yang sedang marak dilingkungan saya…  Oh that’s a big NO for me

 

Namun berdiam diri di rumah selama lebih dari 3 bulan karena Pandemi ini, bukan perkara mudah bagi saya yang aktif. Ditambah pekerjaan yang tidak selancar sebelum pandemi yang berakibat pada berkurangnya pemasukan untuk kebutuhan sehari – hari.

Panik???? Iya dooong,…

Mau ngapain iniiiiii?

Saya kepikiran menulis novel dan menjadikannya buku. Namun ini bukan ide cepat mendatangkan uang. Lalu bergegas mengkonsep event workshop online, tapi begini tapi begitu,.. Lalu merasa cemas dan gelisah. Saya ketakutan menghadapi pandemi ini.

Pada awal Ramadhan yang berbeda tahun ini, adik sepupu saya mengabarkan jika dia memulai usaha berjualan takjil di perempatan jalan raya dekat rumah.

“Mau nitip jual, Mbak?”

Mau, tapi apa?

Dan the power of kepepet saya bekerja. Mama saya bisa membuat tahu dan tempe bacem. Tidak enak banget sih, tapi bisa dicoba. Tepatnya, tidak ada salahnya mencoba.

“Oke, Aku nitip jual tahu bacem yaaa,…”

Semacam keluar dari zona nyaman, saya membantu mama menyiapkan berbagai keperluan untuk membuat tahu bacem. Saya, yang selama ini memposisikan diri sebagai penikmat, tiba – tiba harus menghadapi berbagai “ternyata” yang mengikuti akan hadirnya sang tahu dan tempe bacem. Saya baru tahu jika untuk membuat tahu dan tempe bacem itu harus melewati serangkaian rebusan yang tidak hanya 3 kali rebus. Belum bahan – bahan yang dipakai untuk membuat rasa bacem menjadi seperti yang seharusnya. Semula saya hanya berfikir, tahu bacem hanya butuh kecap dan air,..

 



 

Hari pertama ikut jual tahu bacem di tempat sepupu saya jualan, ada rasa deg – degan. Bagaimana jika rasanya tidak enak menurut pembeli, bagaimana jika tahu mendadak basi, bagaimana jika,.. bagaimana jika,.. Dan,… selepas Maghrib, sepupu saya menelpon.

“Mbak,… Bacemnya masih utuh”

Saya menyampaikan berita itu kepada Mama, dengan tambahan kalimat penghiburan dan optimism akan rezeki esok hari. Malamnya, kami semua makan tahu bacem, untuk makan malam dan sahur.

Keesokan harinya, kami kembali nitip jualan pada sepupu. Juga mencoba menawarkan tahu bacem kepada tetangga – tetangga sekitar rumah, lumayan laku dan selepas Maghrib, sepupu saya kembali menelpon.

“Laku satu, Mbak,..”

Alhamdulillah,…. Kami makan malam dan sahur pakai lauk tahu bacem lagi.

Hari – hari selanjutnya kami terus membuat tahu dan tempe bacem. Menitipkan di angkringan dekat rumah, menawarkan kepada tetangga disekitar rumah, menawarkan kepada teman – teman, mempromosikan melalui media social, membuat program beli sepuluh bonus 2 dan menjadikan paket tahu dan tempe bacem sebagai bingkisan ketika saya berkunjung ke rumah saudara atau teman.

Saya semakin tertantang untuk menjadikan tahu dan tempe bacem sebagai salah satu pemasukan untuk keluarga kami. Lalu saya rasa harus memiliki brand untuk tahu dan tempe bacem ini. Tercetus ide merk Budhe Tatik untuk product ini.

Kenapa Budhe Tatik, kenapa buka Tahu dan Tempe Bacem Dita Olivia?

Simple saja sih, dari pengalaman saya nitip jualan ke sepupu yang ternyata salah segmen itu, saya paham bahwa lebih menyakinan brand nya mengandung unsur seseorang yang lebih ahli. Budhe adalah panggilan untuk seorang wanita yang lebih tua dari Ibu atau Ayah kita. Jadi meyakinkan bukan jika Tahu dan Tempe Bacem Budhe Tatik itu enak?

Lalu saya mulai mendesain logonya menggunakan aplikasi Canva. Bayangkan ! hanya tahu dan tempe bacem ada logonya. Saya bertekad menjadikan tahu dan tempe bacem ini menjadi product bisnis yang tidak main – main.


 

Lalu saya rajin bertanya kepada teman – teman yang membeli Tahu dan Tempe Bacem, bagaimana menurut mereka rasa dan apa yang harus saya lakukan. Banyak masukan dari teman – teman, saudara dan kenalan. Ada yang merasa terkejut senang karena Tahu dan Tempe Bacem, saya packing menggunakan plastic kecil satu per satu lengkap dengan cabe rawit di dalamnya, jadi higienis dan praktis. Ada pula yang meminta rasa lebih manis. Rata – rata mengatakan enak dan murah. Saya semakin percaya diri. Apalagi ada teman yang menginginkan menjadi reseller da nada pula yang rutin memesan tahu dan tempe bacem sebagai lauk pendukung pesanan cateringnya.

Saya terkesan dengan semua jalan yang Tuhan siapkan untuk saya, untuk keluarga saya.

 



 

Sekarang, sudah lebih dari enam bulan kami memiliki bisnis ini. Pada satu moment kami akan sibuk dipagi hari, menggoreng, packing dan mengantar pesanan di jam 6 pagi, mengantar sampai berkilo – kilo jauhnya dari rumah, lalu ada moment kami menggunakan tahu dan tempe bacem yang kami titip di angkringan sebagai cemilan dan lauk makan jika hanya laku sedikit. Semua mengajarkan saya tentang ketekunan dan kepercayaan.

Pandemi memang menakutkan, tapi saya percaya Tuhan memberikan rasa berani menghadapinya dan mendengarkan senandung tahu bacem yang merdu.

Bagaimana dengan Anda?

 

-ditaolivia-

Semarang, 21 September 2020

 

catatan :

tulisan ini sebagai bukti kalau saya serius ikut Kelas Blog Pemula yang diadakan oleh Ruangaksara

Komentar

  1. Tulisannya bikin terharu dan semangat, semoga laris manis yaa usahanya, aamiin!

    BalasHapus
  2. Perjuangannya keren, mbak Dita 💕

    BalasHapus
  3. Jangan pernah lelah berjuang, semangat!! Saya penggemar tahu bacem. Sukses ya....

    BalasHapus
  4. Makanan khas yang manis dan tidak bikin bosan 🤗

    BalasHapus
  5. .The power of kepepet yg menginspirasi 😊selalu semangat ya mbak. Main ke www.lfitriany.wordpress.com ya mbak

    BalasHapus
  6. Tulisan yang menginspirasi. Cerita dituliskan juga mengalir jadi enak bacanya. Saya suka tahu bacem. Salam kenal mbak Dita

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer